
DARURAT KESEHATAN GLOBAL, BEGINI CARA MENGATASI MONKEYPOX
Penulis : Fithry Noor Hermawati
Editor : Fina Syafrina
Monkeypox tengah menjadi perhatian masyarakat global sejak bulan Mei 2022. World Health Organization (WHO) menerima laporan kasus-kasus Monkeypox pada 13 Mei 2022, yang berasal dari negara non endemis dan telah menyebar ke empat regional WHO: Eropa, Amerika, Eastern Mediterranean, dan [i[Western Pacific[/i]. Penyakit ini memiliki gejala sangat mirip dengan kasus smallpox yang sudah dinyatakan eradikasi di tahun 1980.
Meskipun gejalanya lebih ringan daripada smallpox, namun monkeypox telah menyebar ke beberapa wilayah di Afrika, terutama di Afrika Tengah dan Barat. Virus ini dapat bersifat ringan dengan gejala yang berlangsung 2 – 4 minggu, namun bisa berkembang menjadi berat dan bahkan kematian dengan tingkat kematian 3 – 6 %. Di Indonesia, sudah ditemukan 24 kasus monkeypox per 30 Oktober 2023.
Penularan virus ini kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang lain ataupun hewan yang terinfeksi, serta melalui benda yang terkontaminasi oleh virus tersebut. Monkeypox dapat menyebar melalui kontak kulit saat berhubungan seks, termasuk ciuman, sentuhan, seks oral, dan penetrasi dengan seseorang yang memiliki gejala. Terkadang ditemukan ruam pada alat kelamin dan mulut, yang berkontribusi terhadap penularan selama kontak seksual.
Penting untuk menghindari melakukan kontak dengan siapa pun yang memiliki gejala karena kontak mulut ke kulit dapat menyebabkan penularan. Saat ini belum diketahui secara pasti penularan melalui air mani atau cairan vagina, namun pasangan seksual memiliki risiko lebih besar untuk terinfeksi. Bahkan, penularan juga bisa diperoleh dari orang tanpa gejala (asimptomatis).
Masa inkubasi, yaitu interval dari infeksi sampai timbulnya gejala monkeypox biasanya berkisar sekitar 6 – 13 hari, namun dalam keadaan parah dapat berkisar dari 5 – 21 hari. Masa infeksi dapat dibagi ke dalam 2 fase:
1. Fase akut atau prodromal (0 – 5 hari): gejala berupa demam, sakit kepala hebat, limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening), nyeri punggung, nyeri otot, dan kelelahan yang terus menerus. Limfadenopati dapat dirasakan di leher, ketiak atau selangkangan atau lipatan paha.
2. Fase erupsi (sekitar 1 – 3 hari setelah timbul demam): berupa munculnya ruam atau lesi pada kulit biasanya dimulai dari wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya secara bertahap. Ruam paling banyak muncul pada wajah (95% kasus), telapak tangan dan telapak kaki (75% kasus). Ruam atau lesi ini berkembang mulai dari bintik merah seperti cacar (makulopapula), lepuh kecil berisi cairan bening (vesikel), lepuh kecil berisi nanah (pustula), kemudian mengeras atau krusta lalu rontok. Pada fase yang berlangsung sekitar 10 hari ini, seseorang berpotensi menularkan penyakit ini hingga semua krusta menghilang dan rontok. Biasanya diperlukan waktu hingga 3 minggu sampai fase ini menghilang dan rontok (memasuki fase konvalesen atau penyembuhan).
Kasus monkeypox yang berat lebih banyak terjadi pada kelompok berisiko (anak-anak, Ibu hamil, dan gangguan sistem imun), berhubungan dengan paparan virus, serta dipengaruhi oleh status imunitas pasien dan tingkat keparahan komplikasi. Komplikasi meliputi infeksi sekunder, pneumonia, ensefalitis dan infeksi kornea hingga hilangnya penglihatan. Konfirmasi monkeypox hanya dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium, diantaranya menggunakan uji polymerase chain reaction dan/atau sekuensing.
Tetapi tenang saja, Viradef hadir dengan bioteknologi terkemuka digunakan sebagai terapi komplementer monkeypox. Cukup dengan 4 kapsul sehari untuk pengobatan atau 2 kapsul sehari sebagai pencegahan karena antioksidan dan afinitas Viradef kuat terhadap ikatan protein dari monkeypox, sehingga melemahkan dan menghambat perkembangan virus. Viradef yang juga meningkatkan energi seluler dan mempercepat penyembuhan dari virus monkeypox. Viradef aman di konsumsi untuk usia 2 tahun ke atas dengan penyesuaian dosis.
Sumber :
Pedoman pencegahan dan pengendalian monkeypox. 2022.
Pallavi Gulati. PubMed. Targeting envelope protein of poxviruses. 2022
